Kamis, 29 Maret 2012

BUANGLAH SAMPAH PADA TEMPATNYA

Berbicara mengenai sampah selalu saja bikin gerah, naik darah dan ujung-ujungnya pengennya marah-marah. Walhasil dampaknya sangat kurang sehat bagi kesehatanku. Jantungku mudah berdebar-debar dengan kerasnya.
Sejak kecil, saat aku masih pakai seragam merah putih, aku sudah memahami betul kalimat “Buanglah sampah pada tempatnya” yang ditulis dalam karton ukuran A4 yang di tempel di dinding kelas. Tulisan tangan yang dipajang dengan huruf dianeh-anehin itu, dipajang bukan hanya buat diplototin atau dibaca doang. Tapi supaya murid-murid membiasakan diri sejak dini membuang sampah pada tempatnya.
Jadi kalau ada orang yang sudah dewasa, tapi senang sekali membuang sampah semau gue. Karakter orang itu pasti ngga jauh-jauh seperti sampah juga. Bertebaran dimana-mana, bikin eneg’ dan puyeng kepala orang, busuk banget baunya dan tentu saja menimbulkan berbagai penyakit.
Contoh orang bermental seperti sampah itu banyak sekali kita jumpai disekeliling kita.
Kebetulan rumahku tepat di pinggir jalan raya menuju Kronjo. Di jalan raya ini hampir setiap hari dilalui oleh bus-bus karyawan. Di depan pintu gerbang rumah, kalau pagi-pagi sekitar pukul tujuh teng. Pasti ada lima karyawan yang menunggu bus jemputan disitu.
Otomatis, bus itu berhenti tepat di depan pintu gerbang. Dan saat bus berhenti untuk mengangkut karyawan yang menunggu di depan pintu gerbang itu lah kejadian yang sangat luar biasa terjadi tepat dihadapanku.
Seorang cewek yang ada di dalam bus dengan entengnya membuang sampah bekasnya sarapan uduknya ke luar dari jendela bus. Hal itu diikuti oleh karyawan yang lainnya. Selain bungkus uduk, ada juga yang membuang plastik bekas gorengan dan botol minuman air mineral.
Darahku sampai naik keubun-ubun melihat adegan luar biasa itu terjadi tepat dihadapanku. Lututku sampai gemetaran.
Tak menyangka ada orang yang tak punya martabat seperti itu. Membuang sampah seenak perutnya sendiri. Apakah dia pikir di depan rumahku itu TPA Bantar Gebang apa?
Kalau nggak karena bus itu jalan, pengen banget aku teriakin tuh orang yang nggak punya martabat dan rasa malu seperti itu. Aku gemas sekali.
Ditangannya udah pegang ponsel touch screen, itu artinya dia telah merambah kehidupan modern. Tapi kenapa mentalnya masih seperti manusia purba.
Sampah adalah limbah yang paling bejibun yang dihasilkan dari kegiatan manusia. Apa aja kegiatannya, pasti menghasilkan sampah. Sampah adalah bagian yang nggak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Walhasil cara mengelola dan nanganinnya juga tergantung banget dengan prinsip hidup manusia yang bersangkutan.
Ada beberapa negara yang sangat memperhatikan sampah. Salah satu diantaranya adalah Nigeria. Negara ini mempunyai hari libur nasional yang khusus perduli pada lingkungan. Namanya Hari Kebersihan Nasional.
Ada juga negara Singapura. Orang-orang di negara ini akan sangat malu sekali apabila membuang sampah sembarangan. Mereka sangat menjunjung tinggi kebersihan lingkungan.
Mereka sangat menyadari bahwa konsumsi masyarakat yang semakin meningkat dapat menimbulkan dampak yang sangat dasyat. Semakin banyaknya gas metana (CH4). Gas yang dihasilkan dari kotoran manusia dan hewan, fermentasi sampah juga jerami yang baunya naudzubillah.
Mereka adalah negara yang memandang sampah punya kaitan yang sangat erat dengan tingkat kesehatan masyarakatnya. Sampah yang dibuang sembarangan akan menciptakan aroma busuk bagi lingkungan sekitar. Dan sifat sampah yang sangat berantakan itu membuat pusing siapa pun yang melihatnya.
Belum lagi akibat yang ditimbulkan oleh sampah itu sendiri. Yaitu masuknya sejumlah penyakit melalui perantara binatang. Seperti tikus, lalat, kecoa, cacing kait dsb. Yang dapat menimbulkan penyakit seperti diare, pes dan kolera. Juga membuat gatal-gatal dan penyakit kulit.
Sudah sebegitu jelasnya akibat yang ditimbulkan oleh sampah. Tapi masih aja orang membuang sampah sembarangan.
Pernah pada suatu hari aku naik mobil merah jurusan Balaraja-Grogol. Ada seorang ibu dan seorang anaknya duduk tepat disebelahku. Mereka sedang makan gorengan dan air mineral. Setelah selesai makan. Aku pikir si ibu itu akan meletakkan sampah bekasnya makan itu disudut kakinya. Untuk dibuang nanti setelah sampai tujuan.
Tapi ternyata aku salah besar. Saat mobil bergerak melambat di gerbang tol masuk Karang Tengah. Ibu itu dengan wajah tak bedosanya membuang sampah itu melalui jendela mobil.
Aku kaget sekali.
”Kenapa Ibu membuang sampah sembarangan, Bu?”
Aku memberanikan diri bertanya pada ibu itu, dengan menekan perasaan dongkol yang menyelimutiku.
Ibu itu sepertinya agak terkejut mendapat pertanyaan dariku.
Ia hanya tersenyum dan menjawab dengan santainya.
”Loh, emang apa salahnya saya membuang sampah. Sampah emang untuk dibuang kan?”
Apa salahnya, katanya sodara-sodara sekalian...
”Iya, tapi nggak sembarangan gitu kali, Bu”
Gedek banget aku mendengar jawabannya yang seolah menggampangkan itu.
”Saya yang membuang sampah kok, kamu yang ribut, ya”
Ibu itu mulai menampakkan wajah tak sukanya kepadaku. Beberapa penumpang yang semula acuh tak acuh dengan perbincangan kami. Mulai menegakkan kedua telinganya. Nguping.
”Ibu pasti pernah dong baca tulisan yang bunyinya begini, ”buanglah sampah pada tempatnya”. Atau kata-kata ”kebersihan sebagian dari pada iman” pasti Ibu pernah denger juga, kan. Kata-kata itu dibuat bukan cuma buat pajangan, Bu. Tapi buat kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Supaya lingkungan kita tetap bersih dan nyaman”
Tak sadar aku mengucapkan kata-kata itu, seolah ibu itu adalah anak SD yang ketauan membuang sampah sembarangan.
Ibu itu menghela nafasnya. Lalu ia membenarkan anak-anak rambutnya yang berantakan tertiup angin.
”Kenapa sih, hal itu harus dipermasalahkan. Yang lain juga banyak yang membuang sampah sembarangan. Kenapa itu harus jadi masalah buat kamu? Lagian, banyak juga kok orang yang cuma bisa ngomong doang, tapi prakteknya nol”
Ibu itu menyanggah ucapanku dengan emosi sekali. Ia menekan semua kata-kata yang diucapkannya.
”Tapi saya bukan orang seperti itu, Bu. Saya selalu berusaha untuk sejalan antara perkataan dan perbuatan saya. Ibu bisa lihat sendiri isi tas saya ini”
Aku membuka risleting tas yang selalu aku bawa-bawa kemana pun aku pergi. Lalu kuperlihatkan kepada ibu itu. Beberapa orang ikut melongok. Ingin tahu apa isi tasku.
Mereka semua terperangah.
Di dalam tasku itu ada beberapa bungkus permen, bungkus roti, karcis robek bekas naik busway, karcis bioskop juga botol kosong bekas minuman mineral.
Aku mengumpulkan sampah itu untuk aku buang kalau aku menemukan tempat sampah. Atau malah aku buang saat aku sudah sampai di rumah.
Begitulah, ketidakpedulian yang sering aku jumpai disekitarku.
Aku membagi cerita ini bukan karena aku ingin dinilai sebagai orang yang sok mencintai lingkungan. Tapi aku ingin agar orang-orang yang membaca tulisanku ini lebih perduli pada lingkungan sekitar. Yang mulai rusak karena ulah tangan-tangan manusia.
Dan kalau bukannya kita sendiri yang memulainya. Siapa lagi?
Tidak hanya itu. Aku yang hobby kemping ke gunung ini pun sering dibuat emosi oleh para pendaki yang juga punya mental sampah. Tidak semua pendaki seperti itu memang. Masih ada juga kok pendaki yang cinta akan lingkungan. Tapi jumlahnya sedikit sekali.
Di tempat yang seharusnya bersih, asri dan nyaman itu malah kotor oleh prilaku buruk manusia. Bekas botol minuman, mie instan, pembalut wanita, rokok, sabun mandi dan sabun cuci, pasta gigi, kantong plastik, celana dalam bertebaran dimana-mana.
Tidakkah mereka sadari bahwa sampah yang mereka buang itu bisa menimbulkan pengeroposan pada tanah. Tanah baru tidak akan terbentuk karena timbunan sampah-sampah itu. Pencemaran bau mempengaruhi kualitas air tanah akibat rembesan bahan-bahan kimia yang terjadi saat proses pembusukan. Terutama sampah non-organik yang berasal dari bahan sintetis atau bahan keras lainnya. Seperti kaca, plastik, logam dan karet.
Sampah non-organik ini sulit hancur di dalam tanah dan nggak bisa diserap oleh tanah. Membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menghancurkannya.
Bayangkan, plastik yang sering kita pakai itu ternyata mebutuhkan waktu selama 250 tahun untuk menguraikannya.
Jadi mulailah dari diri sendiri. Untuk mencintai lingkungan kita. Untuk tidak membuang sampah sembarangan. Kalau bukan kita, yang telah diberi amanah untuk menjaga dan merawat bumi kita ini. Lantas siapa lagi?
Balaraja, Akhir Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar