Kamis, 05 April 2012

JERAWAT OH JERAWAT

Aku baru saja akan memasangkan headsheat di telingaku. Ketika tiba-tiba seorang remaja tanggung, berusia sekitar empat belas tahunan mendekatiku.
Ia memakai kaos oblong yang sudah belel. Celana yang sempit dibagian betisnya. Dengan wajah bertabur jerawat.
Ia nyengir lebar.
”Ini Kang Dey, kan?”
Aku melongo. Tapi aku buru-buru mengangguk.
Siapa, ya. Aku nggak kenal deh...
Ia langsung duduk disebelahku. Kebetulan hanya kursi itu yang kosong. Diantara deretan kursi tunggu di dealer motor itu.
Aroma khas tubuh remaja menguar dari tubuhnya. Tipikal remaja yang tak memperdulikan pentingnya deodorant.
”Nggak kenal aku, ya. Pastinya. Soalnya kalau di facebook, aku selalu pake foto kartun, Kang”
Aku nyengir.
Oh, ternyata temen fb...
”Namaku Raihan, Kang Dey. Biasa dipanggil Rey. Kalo di Fb namanya Samurai R”
Ia memperkenalkan diri dengan riang.
Aku tersenyum. Senang bertemu orang yang baru dikenal tapi sok akreb begini. Aku lebih santai menghadapinya.
Tanpa kutanya terlebih dahulu, dia sudah memceritakan tentang dirinya. Kedatangannya ke tempat dealer ini. Yaitu untuk service motor juga. Sama denganku. Dan ia masih duduk dibangku sekolah SMP. Terlihat dari gaya berpakaiannya yang tak jauh berbeda dengan remaja zaman sekarang pada umumnya.
Melihat tingkah polahnya dan gaya bicaranya itu, aku seperti melihat keponakanku sendiri. Kumisnya masih tipis. Baru tumbuh. Terlihat sekali kalau bocah itu sedang dalam masa puber.
”Muka Kang Dey bersih, ya. Nggak ada jerawatnya. Sama dengan foto yang di fb. Nggak seperti aku...”
Ia mengucapkan kata-kata itu dengan wajah tertunduk lesu. Menimang-nimang ponsel ditangannya tanpa gairah.
”Siapa bilang? Dulu, waktu Kang Dey seumuran kamu juga jerawatan. Lebih parah malah”
Aku berusaha membesarkan hatinya. Sepertinya ia sedang terserang sindrom minder. Tak percaya diri karena jerawat yang bejibun di wajahnya.
Ia menjebikkan mulutnya. Tak mempercayai ucapanku.
”Lihat dong dengan jelas. Bercak-bercak kecil ini, ini bekas jerawat loh, Rey”
”Trus, gimana cara ngatasin jerawat-jerawat sialan ini, Kang?”
Ia manyun.
Tangannya sibuk menyentuh jerawatnya yang tumbuh disana-sini. Menghiasi permukaan wajahnya. Kedua pipi, dahi dan dagu. Dari yang kecil hingga yang sebesar jagung. Rata memenuhi area wajah hingga ke leher.
Masalah jerawat memang terlihat sepele. Tidak membahayakan, tapi menjengkelkan. Terutama kaum remaja yang menjadi sasaran empuknya. Tapi tidak sedikit pula masalah jerawat ini pun menyerang kaum dewasa.
Sejak memasuki masa pubertas, berbagai macam perubahan terjadi dalam tubuh seseorang yang disebabkan oleh hormon, terutama androgen. Hormon yang lebih banyak pada pria ketimbang pada wanita. Dan hormon ini punya peran terhadap munculnya jerawat.
Produksi hormon androgen ini meningkat pada masa pubertas. Sehingga kelenjar lemak menjadi lebih aktif menproduksi palit yaitu cairan berupa lemak yang berfungsi menjaga permukaan kulit dan rambut tetap lentur, mengkilap dan tidak tembus air, serta mencegah masuknya bakteri lewat pori-pori.
”Rajin merawat kulit wajah dong, Rey”
“Caranya?”
“Setelah Rey beraktifitas atau berpergian, biasanya wajah kamu pasti kotor, berminyak dan berkeringat, kan. Nah, itu akibat debu juga polusi disekitar kita, Rey. Jadi, kalau kamu udah nyampe di rumah, harus langsung cuci muka. Biar yang melekat di wajah kita luntur seketika. Dan jangan lupa, kamu harus memilih sabun muka yang cocok dengan jenis kulitmu. Untuk kulit berjerawat”
“Kadang males, Kang. Ribet...”
Ia menyandarkan tubuhnya seolah tak punya tenaga.
“Ya udah, kalo nggak mau ribet mah. Silakan saja. Jerawat-jerawat itu akan setia menemani hari-harimu. Melekat erat diwajahmu. Dan membuatmu kehilangan rasa percaya diri”
Aku tertawa. Sementara Rey cemberut.
”Selain merawat kulit wajah, kebiasaan kita makan juga bisa menjadi pencetus jerawat, Rey”
”Iya, Kang?” Aku mengangguk.
”Hindari makanan yang terlalu banyak mengandung lemak dan yang terlalu gurih. Kurangin makan coklat, kacang tanah juga goreng-gorengan”
”Banyak amat pantangannya, Kang. Mana aku hobi banget ma coklat juga gorengan. Gorengan adalah makan yang nggak bisa dipisahkan dalam kehidupanku sehari-hari. Jajanan murah dan mengenyangkan”
Ia tertawa.
”Sah-sah aja sih, nyari jajanan murah dan mengenyangkan. Tapi lihat dulu dong dari segi kesehatannya. Tertutup rapat apa nggak wadahnya. Jangan sampai dikerumuni lalat dan juga debu. Hati-hati juga, Rey. Sekarang banyak gorengan yang pake lilin juga plastik”
”Iya, Kang Dey”
Aku mendesis.
”Iiiisssshhh. Ketauan, ya. Nggak pernah nonton berita”
Rey nyengir sambil memainkan rambutnya yang terpotong ala tin-tin.
”Banyakin makan sayuran dan buah-buahan, Rey. Banyak makan buah-buahan itu bisa bikin kulitmu kencang dan segar. Oh ya, itu jerawat yang bengkak dan berdarah abis kamu apain, Rey?”
Aku menunjuk jerawat sebesar jagung dijidatnya. Memerah dan sedikit mengelurkan darah.
”Dipencet. Trus, aku tusuk pake jarum, Kang. Biar cepet kempes. Abis nyebelin sih”
Ia cengengesan. Merasa tidak berdosa telah memencet dan mengorek-ngorek jerawatnya itu dengan tanpa belas kasihan.
”Nggak boleh, Rey. Kamu nggak boleh sembarang pencet dan sembarang tusuk tuh jerawat. Bisa infeksi. Meradang. Tambah parah. Muka bisa rusak. Dan meninggalkan bekas yang nggak bisa ilang, loh. Nih, kayak yang dipipi Kang Dey. Ini karena tangan usil Kang Dey dulu. Yang nggak sabaran. Main pencet dan tusuk aja pake jarum pentul. Padahal itu nggak boleh”
Rey tercengang. Mendengar kata-kata infeksi, peradangan dan rusak berhamburan dari mulutku. Dengan nada naik dua oktaf.
”Oh gitu, ya”
”Iya. Alih-alih pengen sembuh. Yang ada malah tambah parah, Rey, Rey...”
Aku mendecakkan lidahku. Sambil geleng-geleng kepala.
”Oh ya, Kang. Bener nggak sih. Kata temen-temen aku nih, jerawat bisa sembuh pake...pake...”
Rey terlihat ragu-ragu melanjutkan ucapannya.
”Pake apa?”
”Pake celana dalem cewek, Kang. Katanya, celana dalem itu diolesin ke jerawat. Nanti cepet sembuh”
Rey mengucapkan kata-kata itu dengan berbisik-bisik. Seolah takut didengar orang-orang yang ada di tempat itu.
Aku ngakak. Wajah Rey langsung merah padam.
”Ngaco, ah. Itu mah mitos. Jangan dipercaya kebenarannya, Rey. Kamu mah ada-ada aja. Apa hubungannya coba, jerawat ma celana dalam. Nggak ada sama sekali, Rey. Kalo kamu ngambil celana dalem orang, trus ketauan. Yang ada, kamu habis digebukin orang sekampung. Trus, di cap sebagai anak abnormal. Mau, kamu?”
”Ogah. Tapi temen-temen sekolahku ada yang melakukan hal itu, Kang Dey”
”Trus, sembuh nggak?”
”Boro-boro sembuh, yang ada dia kebanyakan...” dia menyebut kata jorok yang artinya sama dengan onani. ”...gara-gara nyimpen celana dalam anak orang. Dengkulnya juga pada leklok”
Kami tertawa bersama.
”Kalo jerawat kamu ingin sembuh, datang aja ke dokter ahli penyakit kulit, Rey”
Aku menyarankan.
Rey mendengus.
”Mahal, Kang Dey. Emang nggak ada resep tradisional gitu. Yang murah meriah, tapi lumayan ampuhmenyembuhkan”
”Ada juga sih. Tapi kamu kan orangnya nggak mau ribet”
”Dih, Kang Dey mah...”
Ia merajuk.
”Cuci muka pake teh basi”
”Ogaaaah...” Rey meringis. Aku nyengir.
”Atau cuci muka pake air daun sirih aja. Daun sirih itu airnya mengandung zat antiseptik yang dapat mencegah peradangan dan infeksi akibat jerawat sekaligus menetralkan kelebihan lemak pada wajahmu. Apalagi kamu hobi banget tuh, asal pencet dan ngorek-ngorek jerawat. Padahal tangan kamu belum tentu bersih”
Aku merepet. Rey nyengir kuda.
“Nah, kalau pake air daun sirih aku mau, Kang. Di depan rumahku banyak, Kang Dey. Nanti abis service motor, aku mau nyoba, ah”
”Buat muka kok coba-coba”
Aku menyindirnya dengan kata-kata yang kucontek dari iklan.
Rey tergelak mendengarnya.
”Begitu dong semangat. Buat kesehatan sendiri mah jangan males-malesan atuh”
Aku menepuk-nepuk bahunya.
”Iya, Kang. Makasih saran, nasehat dan juga tipsnya”
”Siiiip. Jangan lupa, kamu juga harus rajin olahraga”
”Ngapain olahraga?”
”Ngapain, apaan. Kalau kamu males olahraga, kulit kamu akan keliatan layu, kusam dan pori-pori nggak bernafas dengan baik. Kalo udah gitu, si jerawat seneng banget ngedon di wajah kamu. Trus, nambah banyak deh jerawat yang nongol, karena pori-pori wajahmu tersumbat. Mau?”
Rey menggeleng kuat-kuat.
”Hindari juga stres, Rey. Karena itu bisa memicu timbulnya jerawat juga” Aku menambahkan.
”Stres kenapa? Emangnya, aku gila”
”Emangnya stres itu gila aja. Kamu mikirin jerawat kamu yang bejibun dengan hati sedih, nelangsa dan uring-uringan itu sudah dikategorikan stres, Rey”
“Oh, begitu ya. Kok Kang Dey banyak tahu sih, soal jerawat dan cara ngatasinnya segala?”
“Ya, iya dong. Kang Dey kan rajin baca. Baik dari buku kesehatan, majalah juga nyari di internet. Emangnya kamu, ke warnet cuma buat ngeliat yang begituan doang. Heuuu, dasar!”
Ia nyengir lebar sekali. Wajahnya sedikit memerah. Seolah ketangkep basah, pipis dicelana.
”Kok, Kang Dey tahu”
”Taulah, Kang Dey kan ahli membaca pikiran orang”
Rey terbeliak.
”Bo’ongan kale, Rey hehe...”
Aku tertawa sambil mendorong tubuhnya. Dan Rey pun ikutan tertawa.
@@@
Balaraja, Pertengahan Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar